Regulasi & Peraturan Aset Kripto di Indonesia

Regulasi & Peraturan Aset Kripto di Indonesia

Analisis komprehensif tentang regulasi aset kripto di Indonesia, termasuk aspek perdagangan, perpajakan, dan perlindungan konsumen.

AL KINDI

AL KINDI

- Last updated
5 min read
Introduction

Pasar aset kripto di Indonesia telah mengalami pertumbuhan eksponensial, menarik jutaan investor dan mendorong inovasi teknologi blockchain. Seiring dengan popularitasnya, pemerintah Indonesia secara proaktif mengembangkan kerangka regulasi untuk memastikan keamanan, transparansi, dan kepastian hukum. Artikel ini membahasas analisis komprehensif tentang lanskap regulasi aset kripto di Indonesia. Kita akan membahas dasar hukum yang berlaku, peran otoritas terkait—termasuk transisi besar pengawasan dari Bappebti ke OJK—serta aturan main dalam perdagangan, perpajakan, dan perlindungan konsumen.

Dasar Hukum: Fondasi Pengaturan Aset Kripto

Aset kripto di Indonesia pada awalnya diakui sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka, bukan sebagai alat pembayaran. Kerangka hukum utamanya dibangun di atas beberapa peraturan kunci:

Peraturan Mentri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018

UU ini menjadi payung hukum yang mengizinkan aset kripto diklasifikasikan sebagai komoditas.

Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) No. 8 Tahun 2021:

regulasi ini menetapkan pedoman penyelenggaraan pasar fisik aset kripto di bursa berjangka. Ini adalah aturan main utama yang saat ini berlaku.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023

Ini adalah peraturan transformatif yang akan memindahkan wewenang pengawasan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Otoritas Regulasi: Transisi dari Bappebti ke OJK

Salah satu perkembangan regulasi paling signifikan adalah perpindahan wewenang pengawasan.

Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi): Saat ini, Bappebti bertindak sebagai regulator utama yang mengawasi perdagangan fisik aset kripto sebagai komoditas. Tugasnya mencakup pemberian izin bagi pedagang, pengawasan transaksi, dan menetapkan daftar aset kripto yang legal untuk diperdagangkan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK): Melalui UU P2SK, pengawasan aset kripto dan aset keuangan digital lainnya akan beralih sepenuhnya ke OJK dalam masa transisi selama 24 bulan sejak UU tersebut diundangkan. Ke depan, OJK akan mengatur aset kripto sebagai “aset keuangan”, yang mencakup aspek investasi, perlindungan konsumen secara lebih luas, dan integrasinya dengan sektor jasa keuangan lainnya.

Bank Indonesia (BI): BI tetap memegang wewenang penuh atas sistem pembayaran dan stabilitas moneter. BI secara tegas melarang penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran di Indonesia dan sedang mengembangkan Rupiah Digital (Proyek Garuda) sebagai satu-satunya Central Bank Digital Currency (CBDC) yang sah.

Mekanisme Perdagangan Aset Kripto

Untuk dapat beroperasi secara legal di Indonesia, platform perdagangan kripto harus mematuhi aturan ketat.

Pedagang Fisik Aset Kripto (Bursa Kripto):

Platform yang memperjualbelikan aset kripto harus terdaftar sebagai Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) di Bappebti. Persyaratan utamanya meliputi:

  • Modal Minimum: Modal disetor minimal Rp 100 miliar.
  • Infrastruktur Keamanan: Wajib memiliki sistem perdagangan yang andal, tim keamanan siber khusus, dan fasilitas penyimpanan aset kripto yang aman (kombinasi hot dan cold storage).
  • Kewajiban Operasional: Menerapkan prinsip Know Your Customer (KYC), anti pencucian uang (AML), melakukan pemisahan aset nasabah dengan aset perusahaan, dan menyampaikan laporan berkala kepada Bappebti.

set Kripto yang Dapat Diperdagangkan

Tidak semua aset kripto bisa diperdagangkan. Bappebti secara berkala mengeluarkan daftar aset yang telah disetujui berdasarkan kriteria ketat, antara lain:

  • Berbasis distributed ledger technology.
  • Memiliki valuasi kapitalisasi pasar yang signifikan.
  • Memberikan manfaat ekonomi atau potensi pengembangan proyek yang jelas.
  • Telah melalui proses penilaian risiko oleh Bappebti.

Perlindungan Konsumen dan Investor

Keamanan dana dan transparansi informasi adalah pilar utama dalam regulasi untuk melindungi konsumen.

  • Keamanan Sistem: Bursa diwajibkan menggunakan teknologi keamanan canggih seperti multi-signature wallet dan menyimpan mayoritas aset nasabah dalam cold storage (luring) untuk meminimalkan risiko peretasan. Audit keamanan berkala juga menjadi sebuah keharusan.
  • Perlindungan Dana: Dana nasabah harus disimpan dalam rekening terpisah (segregated account) dari rekening operasional perusahaan. Beberapa platform juga mulai menjajaki opsi asuransi untuk menambah lapisan keamanan.
  • Transparansi Informasi: Pedagang wajib secara jelas menginformasikan segala risiko investasi, rincian biaya transaksi, dan mekanisme perdagangan kepada pengguna sebelum mereka mulai bertransaksi.

Pencegahan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (APU-PPT)

Untuk mencegah aktivitas ilegal, bursa kripto berstatus sebagai Pihak Pelapor. Mereka wajib menerapkan program APU-PPT yang mencakup:

  • Prosedur KYC: Melakukan verifikasi identitas pengguna secara ketat menggunakan dokumen resmi (KTP/Paspor) dan terkadang verifikasi biometrik.
  • Pemantauan Transaksi: Memantau aktivitas transaksi nasabah dan wajib melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Tantangan dan Perkembangan Masa Depan

Regulasi aset kripto bersifat dinamis dan akan terus berevolusi.

  • Tantangan Utama: Kecepatan inovasi teknologi seperti Decentralized Finance (DeFi) dan Non-Fungible Tokens (NFT) menjadi tantangan bagi regulator untuk menciptakan aturan yang relevan tanpa mematikan inovasi. Penegakan hukum lintas yurisdiksi juga menjadi isu kompleks.
  • Perkembangan Terkini: Fokus utama saat ini adalah kelancaran transisi pengawasan ke OJK. Selain itu, pengembangan Rupiah Digital oleh Bank Indonesia akan menjadi tonggak sejarah baru dalam digitalisasi sistem keuangan nasional.

Kesimpulan

Regulasi aset kripto di Indonesia menunjukkan pendekatan yang hati-hati namun progresif. Dengan menempatkan aset kripto sebagai komoditas di bawah pengawasan Bappebti dan kini mempersiapkan transisi ke OJK, pemerintah berupaya menyeimbangkan antara pemanfaatan potensi inovasi teknologi blockchain dengan prioritas utama pada perlindungan konsumen dan stabilitas sistem keuangan. Bagi para investor dan pelaku industri, memahami dan mematuhi kerangka regulasi yang ada adalah kunci untuk dapat berpartisipasi secara aman dan berkelanjutan di ekosistem aset digital Indonesia.

Referensi

  • Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi No 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangk
  • Peraturan Mentri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Aset Kripto (Crypto Asset).

Related Articles

Previous

Perbuatan Melawan Hukum & Wanprestasi: Pengertian, unsur dan contoh

Next

Regulasi Pasar Modal Indonesia: UU P2SK dan Perkembangannya