Pendirian, Permodalan, Struktur Organisasi, dan Restrukturisasi Perusahaan

Pendirian, Permodalan, Struktur Organisasi, dan Restrukturisasi Perusahaan

Pembahasan mengenai perseroan, syarat pendirian, struktur permodalan, dan struktur organisasi perseroan berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku di Indonesia

AL KINDI

AL KINDI

- Last updated
14 min read
Introduction

Artikel ini bertujuan untuk menyajikan materi edukatif yang komprehensif mengenai berbagai aspek hukum material yang berkaitan dengan Perseroan Terbatas di Indonesia. Fokus utama pembahasan akan tertuju pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT), beserta perubahan-perubahan signifikan yang diperkenalkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, serta berbagai peraturan pelaksanaannya.

Perseroan Terbatas

Definisi mengenai perseoan terbatas dapat dilihat dalam pasal 1 angka 1 UUPT 2007 yang menyebutkan bahwa perseroan terbatas adalah;

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

dari isi pasal tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 4 (empat) komponen utama yang harus dipenuhi oleh perseroan agar dapat menjadi suatu badan hukum (rechtperson) atau entitas hukum (legal entitiy);

Persekutuan Modal

Perseroan tersebut harus memiliki modal dasar yang kemudian harus dinyatakan dalam Akta Pendirian maupun Anggaran Dasar (AD) perseroan tersebut, yang dimana modal dasar ini adalah merupakan hasil dari persekutuan dari beberapa orang atau lebih yang menyatukan modalnya dan kemudian terbagi di dalam saham, yang kemudian status dari para sekutu yang menyetorkan modalnya tersebut menjadi Pendiri (founder) dan Pemegang saham (shareholder) dari perseroan tersebut. terkait modal disetor dalam hal ini mengacu pada pasal 32 ayat (1) UUPT, disebutkan bahwa;

Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

namun kemudian pasal 32 ayat (1) UUPT tersebut telah diubah dalam UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. yang kemudian menjadi

(1) Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan.

(2) Besaran modal dasar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan keputusan pendiri Perseroan.

sehingga berdasarkan perubahan tersebut maka dalam hal pendirian Perseroan pada saat ini tidak ada minimum modal dasar yang ditentukan, dan besaran modal dasar Perseroan tersebut akan ditentukan dan disepakati oleh para pendirian Perseroan tersebut.

Berdasarkan Perjanjian

Pendirian PT sejatinya harus dilakukan oleh 2 orang atau lebih sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat 1 UUPT 2007 agar selaras dengan definisi Pasal 7 ayat 1 UUPT 2007 terkait perjanjian namun dalam hal ini terdapat pengecualian terhadap isi pasal 7 ayat (1) tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 7 ayat (7) yang berbunyi sebagai berikut;

(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi:

a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam undang- undang tentang Pasar Modal.

dan kemudian dalam UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. diubah dan ditambahkan isi pasal tersebut menjadi;

(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (5), dan ayat (6) tidak berlaku bagi:

a. persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; b. badan usaha milik daerah; c. badan usaha milik desa; d. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; atau e. Perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil.

kembali ke makna berdasarkan perjanjian, yahya harahap dalam bukunya “Hukum Perseroan” berpendapat bahwasannya oleh karena pendirian Perseroan harus didasarkan pada perjanjian, maka harus terpenuhi pula ketentuan mengenai hukum perjanjian yang diatur dalam Buku ke-3 KUHPerdata khususnya tentang;

  • Begian ke-1 tentang Ketentuan umum perjanjian (Pasal 1313-1319)
  • Bagian ke-2 tentang Syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320-1337)
  • Bagian ke-3 tentang akibat perjanjian (Pasal 1338-1341)

karena menurutnya, penjelasan Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007 sebagaimana diubah dalam UU No 6 Tahun 2023 tersebut sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata yang dimana perjanjian adalah perbuatan yang dilakukan oleh satu orang untuk mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, kemudian selanjutnya menurut pasal 1320 KUHPerdata terdapat setidaknnya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian yaitu adanya Kesepakatan (aggrement), Kecapakan (competence), mengenai suatu hal tertentu (fixed subject matter) dan suatu sebab yang halal (allowed cause), dan jika syarat perjanjian tersebut sah dan terpenuhi menurut pasal 1338 KUHPerdata, maka perjanjian terhadap pendirian perseoan tersebut mengikat seperti Undang-Undang terhadap para pihak yang terikat dalam perjanjian itu.

Kegiatan usaha

hal ini sudah secara tegas diatur dalam Pasal 2 UUPT 2007 yang berbunyi;

Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

sehingga dapat disimpulkan pula bahwasannya setiap perseroan harus memiliki tujuan serta kegiatan usaha yang jelas dan seluruh tujuan dan kegiatan tersebut haruslah dituangkan di dalam Anggara Dasar (AD) Perseroan tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 UUPT 2007.

Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Memenuhi persyaratan yang ditetapkan

dalam hal ini yaitu adalah dalam memperoleh statusnya sebagai suatu subjek hukum berupa Badan Hukum (rechtsperson), perseroan harus terlebih dahulu mendapatkan pengesahan dari pemerintah yaitu KEMENKUMHAM sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT;

(4) Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.

yang kemudian diubah dalam UU No 6 Tahun 2023, menjadi;

(4) Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran.

Setelah mendapatkan bukti pendaftaran dari KEMENKUMHAM tersebut maka, Perseroan tersebut barulah kemudian mendapatkan statusnya sebagai Badan Hukum (rechtsperson) yang lahir karena suatu proses hukum, dan berbeda dengan orang (naturlichtperson) yang dimana status orang sebagai badan hukum itu akan timbul secara alami sejak orang tersebut dilahirkan di dunia.

Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya perseroan adalah merupakan 2 orang atau lebih yang bersekutu untuk menyatukan modal berdasarkan perjanjian yang bertujuan untuk melakukan suatu kegiatan usaha dan memenuhi syarat agar mendapatkan persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini adalah Kementrian Hukum dan Ham (KEMENKUMAM) agar mendapatkan status sebagai badan hukum (rechtsperson).

Permodalan Dalam PT

Struktur permodalan merupakan aspek fundamental dalam pendirian dan operasional sebuah Perseroan Terbatas. UU PT dan perubahannya melalui UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya, khususnya PP No. 8 Tahun 2021, mengatur secara rinci mengenai jenis-jenis modal dalam PT, yaitu Modal Dasar, Modal Ditempatkan, dan Modal Disetor.

Modal Dasar (Authorized Capital) Modal Dasar adalah keseluruhan nilai nominal saham perseroan yang dicantumkan dalam Anggaran Dasar (AD). Ini merepresentasikan jumlah maksimal modal atau total nilai saham yang dapat diterbitkan oleh PT tanpa perlu melakukan perubahan Anggaran Dasar terkait permodalan. Pasca berlakunya UU Cipta Kerja, ketentuan mengenai besaran minimal Modal Dasar sebesar Rp 50.000.000, yang sebelumnya diatur dalam UU PT 3 telah dihapus untuk PT secara umum.

Kini, besaran Modal Dasar ditentukan berdasarkan kesepakatan atau keputusan para pendiri perseroan. Meskipun demikian, untuk PT yang menjalankan kegiatan usaha di sektor-sektor tertentu, seperti perbankan, asuransi, perusahaan pembiayaan, PT Terbuka, atau PT PMA, peraturan perundang-undangan sektoral yang spesifik masih dapat menetapkan persyaratan modal dasar minimum yang harus dipenuhi. penghapusan batas minimum modal dasar secara umum ini bertujuan untuk menurunkan hambatan awal (barrier to entry) bagi para pengusaha yang ingin mendirikan PT, terutama bagi usaha skala kecil dan menengah.

Moda Ditempatkan (Subsribed Capital)

Modal Ditempatkan adalah bagian dari Modal Dasar yang telah diambil atau disanggupi untuk diambil atau dibeli oleh para pendiri atau pemegang saham pada saat pendirian perseroan atau pada saat penambahan modal. Saham-saham yang ditempatkan ini menunjukkan komitmen para pemegang saham untuk menyertakan modalnya ke dalam perseroan. Saham yang ditempatkan ini dapat berupa saham yang sudah dibayar penuh maupun yang belum dibayar penuh. meskipun pada saat pendirian, modal yang ditempatkan harus disetor penuh). Menurut Pasal 33 ayat (1) UU PT, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari Modal Dasar harus telah ditempatkan dan disetor penuh pada saat pendirian perseroan

Modal Disetor adalah bagian dari Modal Ditempatkan yang telah secara nyata disetor atau dibayar penuh oleh para pemegang saham ke dalam kas atau rekening bank atas nama perseroan. Ini adalah modal riil yang dimiliki dan dapat digunakan oleh perseroan untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Pasal 33 ayat (1) UU PT mensyaratkan bahwa minimal 25% dari Modal Dasar harus telah ditempatkan dan disetor penuh pada saat pendirian PT.

Penyetoran ini harus dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. PP No. 8 Tahun 2021 memberikan kemudahan terkait bukti penyetoran, di mana kini dapat dibuktikan dengan surat pernyataan penyetoran modal yang ditandatangani oleh seluruh pemegang saham, tidak harus selalu berupa rekening koran.43 Ketentuan ini menunjukkan bahwa meskipun total modal dasar bisa fleksibel, komitmen finansial nyata berupa setoran awal dari para pendiri tetap dianggap krusial untuk memulai operasional perusahaan.

Struktur Organisasi dan Organ-Organ PT

Struktur organisasi dalam sebuah Perseroan Terbatas (PT) menggambarkan tatanan hierarkis serta pembagian wewenang dan tanggung jawab antar berbagai unit dan individu di dalam perusahaan. Struktur ini penting untuk memastikan operasional perusahaan berjalan efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya. Secara umum, struktur organisasi PT di Indonesia dimulai dari organ-organ utama yang ditetapkan oleh UU PT, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris, yang kemudian diikuti oleh tingkatan manajerial dan pelaksana operasional.

Jenis struktur organisasi dapat bervariasi, seperti struktur fungsional (berdasarkan fungsi seperti keuangan, pemasaran), struktur divisional (berdasarkan produk atau wilayah), atau struktur matriks, tergantung pada skala, kompleksitas, dan kebutuhan spesifik perusahaan. Untuk PT yang relatif sederhana atau baru berdiri, struktur fungsional atau struktur lini seringkali menjadi pilihan karena kejelasan alur komando dan spesialisasinya.

Ketiadaan struktur organisasi yang jelas dapat mengakibatkan tumpang tindih pekerjaan dan kebingungan mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing individu.

RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)

RUPS adalah organ perseoroan yang memiliki dan memegang wewenang tertinggi dalam struktur organisasi suatu perseroan. RUPS merupakan suatu forum formal bagi para pemegang saham (shareholder) pada perseroan untuk menggunakan hak-haknya dan mengambil keputusan-keputusan strategis yang berkaitan dengan keberlanjutan jalannya suatu perseoan. Meskipun Direksi dan Komisaris yang menjalnakan operasional serta pengawasan sehari-hari. seluruh keputusan fundamental tetap berada pada RUPS

Fungsi:

  • Sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi untuk hal-hal strategis dan fundamental perseroan.
  • Sebagai wadah bagi Direksi dan Komisaris untuk mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada pada pemegang saham (shareholdder)
  • Menentukan arah kebijakan umum dan jangka panjang perusahaan.
  • Menyelesaikan masalah-masalah penting yang dihadapi perusahaan.

Tanggung Jawab:

Para pemegang saham (shareholder) yang hadir dalam RUPS bertanggung jawab untuk mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik perseroan dan berlaku adil terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas.

Jenis RUPS:

  • RUPS Tahunan (RUPST): Wajib diselenggarakan paling lambat6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun buku perseroan. Agenda utamanya basanya meliputi persejutuan laporan tahunan, pengesahan laporan tahunan, penetapan penggunaan laba, dan jika diperlukan adanya pengangkatan atau pemberhentian Dewan Direksi (Board of Directors) atau Dewan Komisaris (Board of Commissioners).

  • RUPS Luar Biasa (RUPSLB): Dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan perseroan untuk memutuskan hal-hal mendesak atau strategis yang tidak dapat menunggu hingga RUPST berikutnya, salah satunya berupa keputusan untuk melakukan merger & akuisisi.

Direksi (Board of Directors)

Direksi (Board of Directors) adalah organ perusahan yang diberikan weweanang dan memikul tanggung jawab penuh atas pengurusan dan jalannya perusahaan sehari-hari sebagaimana yang telah disebutkan dalam Anggaran Dasar (Articles of Association) perusahaan. Dalam menjalankan seluruh tugas dan fungsinya, Direksi (Board of Directors) bertindak sebagai wakil perseroan yang dapat bertindak baik di dalam maupun di luar persidangan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 5 UUPT.

Fungsi:

  • Melaksanakan kepengurusan operasional harian perusahaan untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah di tetapkan dalam Anggaran Dasar (Articles of Association).
  • Menajalankan kebijakan-kebijakan strategis dan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan disetujui oleh RUPS.
  • Menjaga dan mengelola aset kekayaan perusahaan

Wewenang:

  • Mewakili perseoan dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga, baik di dalam maupun diluar Pengadilan (Pasal 98 UUPT).
  • Menetapkan dan melasakan kebijkan operasional perusahaan termasuk strategi pemasaran, produksi, dan pengembangan produk.
  • Mengelola seluruh sumber daya perusahaan, termasuk aspek keuangan, sumber daya mansia (SDM), dan aset fisik lainnya.
  • menyusun rencana kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahunan untuk diajukan kepada Dewan Komisaris (Board of Commissioners) atau RUPS.
  • Membuat dan memelohara berbagai dokumen penting perseroan, seperti daftar pemegang saham (shareholder), daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi (Pasal 100 UUPT)
  • Menyiapkan dan menyampaikan laporan tahunan, termasuk laporan keuangan yang telah diaudit kepada RUPS untuk mendapatkan persetujuan (Pasal 66 UUPT).
  • Melaksanaka seluruh keputusan yang telah diambil dalam RUPS.
  • Mengangkat dan memberhentikan karyawan perusahaan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan dan kebijakan perusahaan.

Tanggung Jawab:

  • Bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan yang harus dilaksanakan dengan itikad baik, kehati-hatan dan demi kepentingan terbaik perseroan (Pasal 92 dan 97 UUPT)
  • Setiap anggota Direksi (Board of Directors) bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian yang diderita perseroan apabila kerugian tersebut timbul karena kesalahan atau kelalainnya dalam menjalankan tugasnya. Pasal 97 ayat (3) UUPT.
  • Menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas kepengurusan kepada RUPS. Direksi (Board of Directors) memegang wewenang eksekutif yang besar, namun hal itu sejalan dengan tanggung jawab yang besar pula, dan dapat bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi pula.

Dewan Komisaris (Board of Commissioners)

Dewan Komisaris (Board of Commissioners) adalah organ perseroan yang memiliki tugas utama untuk melakukan pengawasan secara umum atau khsus terhadap kebijakan pengurusan perseroan yang dijalankan oleh Direksi (Board of Directors) dan memberikan nasihat demi kepentingan perseroan. Dalam hal ini Dewan Komisaris (Board of Commissioners) bertindak sebagai pengawas internal yang memastikan Direksi (Board of Directors) dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang telah diatur di dalam Anggaran Dasar (Articles of Association) , maksud dan tujuan perseroan, serta peraturan perundang-undangan.

Fungsi:

  • Melakukan pengawasan (supervisory role) atas kebijakan pengurusan, strategi, dan jalannya operasional perusahaan yang dilaksanakan oleh Direksi (Board of Directors) Pasal 108 UUPT)
  • Memberikan nasihat (advisory role) kepada Direksi (Board of Directors) terkait pengelolaan perseroan. Pasal 108 UUPT

Wewenang:

  • Memeriksan buku-buku, surat berharga, dan dokumen-dokumen lain milik perusahaan, serta memeriksa kas guna keperluan verifikasi.
  • Meminta keterangan Dewan Komisaris (Board of Commissioners) atau pejabatan lainnya mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan perusahaan.
  • Memberhentikan Direksi (Board of Directors) secara sementara dengan menyebutkan alasannya, sambil menunggu hasil keputusan RUPS. Pasal 106 UUPT.
  • Membentuk komite-komite tertentu untuk membantu pelaksanaan tugas pengawasannya, seperti komite audit yang bertanggung jawab langsung ke Dewan Komisaris (Board of Commissioners) Pasal 121 UUPT
  • Dalam keadaan tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar (Articles of Association) atau berdasarkan keputusan RUPS. Dewan Komisaris (Board of Commissioners) daopat diberi wewenang untuk melakukan tindakan pengurusan perusahaan untuk jangka waktu tertentu.

Tanggung Jawab:

  • Melasanakan tugas pengawasan dan pemberian nasihat dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab demi kepentingan perseroan.
  • Setiap anggota Dewan Komisaris (Board of Commissioners) turut bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung renteng atas kerugian perusahaan apabila terbukti bahwa kerugian tersebut timbul karena kesalahan atau kelalaianya dalam melaksanakan tugas pengawasan. Pasal 114 ayat (3) UUPT.
  • Membuat risalah rapat Dewan Komisaris (Board of Commissioners) dan menyimpan salinanya, serta melaporkan pelaksaan tugas pengawasan kepada RUPS dalam laporan tahunan (Pasal 116 UUPT). keberadaan Dewan Komisaris (Board of Commissioners) merupakan elemen esensial dalam penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) guna memastikan adanya check and balancec terhadap kekuasaan Direksi (Board of Directors).

Restrukturisasi Perusahaan

Restrukturisasi perusahaan merupakan tindakan korporasi yang dilakukan untuk menata kembali struktur perusahaan, yang dapat mencakup aspek keuangan, operasional, kepemilikan, maupun organisasi. Tujuan restrukturisasi beragam, mulai dari peningkatan efisiensi, konsolidasi pasar, penyelamatan perusahaan dari kesulitan keuangan, hingga fokus pada lini bisnis inti. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dalam Bab VIII secara khusus mengatur mengenai beberapa bentuk restrukturisasi perusahaan, yaitu Penggabungan (Merger), Peleburan (Konsolidasi), Pengambilalihan (Akuisisi), dan Pemisahan (Spin-off). yang sudah dibahas dalam artikel terpisah dan dapat diakses melakui Merger & Akuisisi. https://alkindi.id


Referensi:

Related Articles

Next

Merger & Akuisisi M&A