Pendirian, Permodalan, Struktur Organisasi, dan Restrukturisasi Perusahaan

Pendirian, Permodalan, Struktur Organisasi, dan Restrukturisasi Perusahaan

Pembahasan mengenai perseroan, syarat pendirian, struktur permodalan, dan struktur organisasi perseroan berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku di Indonesia

AL KINDI

AL KINDI

- Last updated
13 min read
Introduction

Perseroan Terbatas adalah suatu Badan Hukum berkedudukan di Indonesia yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Terdapat beberapa unsur pokok yang wajib dipenuhi dalam pendirian suatu Perseroan Terbatas yaitu diantaranya mencakup permodalan, status badan hukum dan organ Perseroan Terbatas. Sehingga Perseroan Terbatas tersebut dapat melakukan kegiatan usaha dan beroperasi secara legal di Indonesia. Artikel ini akan membahas unsur-unsur pokok dalam pendirian suatu Perseroan Terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Definisi dan pengertian dari beberapa istilah yang digunakan dalam artikel ini dapat ditemukan di Glossary./glossary

Perseroan Terbatas

Definisi mengenai perseroan terbatas dapat ditemukan dalam Pasal 109 UU 2/2022 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 UU 40/2007 yang mendefinisikan bahwa perseroan terbatas yaitu:

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 4 (empat) komponen utama yang harus dipenuhi oleh perseroan agar dapat menjadi suatu badan hukum (rechtperson) baik itu (” Badan Hukum Persekutuan Modal ”), maupun (”Badan Hukum Perorangan ”)

Pembahasan dalam artikel ini berfokus kepada Badan Hukum Persekutuan Modal. Dan untuk pembahasan mengenai PT Perorangan atau badan hukum perorangan akan dibahas dalam artikel terpisah.

Berdasarkan Perjanjian

Pendirian sebuah PT harus di dasarkan atas sebuah perjanjian sebagaimana di atur dalam Pasal 109 UU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 7 UU 40/2007, yaitu:

(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Namun menurut Pasal 7 ayat (7) UUPT. Ketentuan di dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT yang mewajibkan perusahaan harus didirikan oleh 2 orang atau lebih tersebut tidak berlaku terhadap:

a. persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara;
b. badan usaha milik daerah;
c. badan usaha milik desa;
d. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; atau
e. Perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil.

Menurut Yahya Harahap dalam bukunya “Hukum Perseroan” berpendapat bahwa oleh karena pendirian Perseroan harus didasarkan pada perjanjian, maka harus terpenuhi pula ketentuan mengenai hukum perjanjian yang diatur dalam buku ke 3 KUHPerdata khususnya tentang;

  • Bagian ke-1 tentang Ketentuan umum perjanjian (Pasal 1313-1319)
  • Bagian ke-2 tentang Syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320-1337)
  • Bagian ke-3 tentang akibat perjanjian (Pasal 1338-1341)

Selanjutnya, penjelasan Pasal 7 ayat (1) UUPT sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja, sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata karena perjanjian adalah perbuatan yang dilakukan oleh satu orang untuk mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Selanjutnya menurut pasal 1320 KUHPerdata terdapat setidaknya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:

  • Kesepakatan (agreement),
  • Kecakapan (competence),
  • mengenai suatu hal tertentu (fixed subject matter)
  • suatu sebab yang halal (allowed cause),

Sehingga pada dasarnya memang dalam pendirian suatu PT terutama PT Persekutuan Modal itu didasarkan atas sebuah perjanjian, sehingga para pendiri tunduk pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata.

Kegiatan usaha

Hal ini sudah secara tegas diatur dalam Pasal 2 UUPT sebagaimana diubah oleh UU Cipta Kerja yang berbunyi sebagai berikut:

Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

Sehingga setiap perseroan harus memiliki tujuan serta kegiatan usaha yang jelas dan seluruh tujuan dan kegiatan tersebut wajib dituangkan di dalam Anggara Dasar (AD) Perseroan tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 UUPT sebagaimana diubah oleh UU Cipta Kerja. Yaitu sebagai berikut:

Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Status Perseroan

Dalam hal ini yaitu adalah dalam memperoleh statusnya sebagai suatu subjek hukum berupa Badan Hukum (rechtsperson), perseroan harus terlebih dahulu mendaftar dan mendapat bukti pendaftaran dari Menteri Hukum dan HAM sebagaimana tertuang dalam Pasal 109 UU cipta kerja yang mengubah ketentuan Pasal 7 ayat UUPT yaitu:

(4) Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada menteri dan mendapat bukti pendaftaran

Setelah mendapatkan bukti pendaftaran tersebut, maka Perseroan tersebut barulah kemudian mendapatkan statusnya sebagai Badan Hukum (“rechtsperson”) yang lahir karena suatu proses hukum, dan berbeda dengan orang (“naturlichtperson”) yang dimana status orang sebagai badan hukum itu akan timbul secara alami sejak orang tersebut dilahirkan di dunia.

Persekutuan Modal

Perseroan tersebut harus memiliki modal dasar yang kemudian harus dinyatakan dalam Akta Pendirian maupun Anggaran Dasar (AD) perseroan tersebut, yang dimana modal dasar ini adalah merupakan hasil dari persekutuan dari beberapa orang atau lebih yang menyatukan modalnya dan kemudian terbagi di dalam saham, yang kemudian status dari para sekutu yang menyetorkan modalnya tersebut menjadi Pendiri (founder) dan Pemegang saham (shareholder) dari perseroan tersebut.

Ketentuan mengenai modal dasar saat pendirian PT diatur dalam Pasal 109 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal 32 ayat (1) UUPT, yaitu:

(1) Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan.
(2) Besaran modal dasar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan keputusan pendiri Perseroan.

Sehingga berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka dalam pendirian Perseroan tidak ada minimum modal dasar yang ditentukan, dan besaran modal dasar Perseroan tersebut akan ditentukan dan disepakati oleh para pendiri Perseroan.

Modal dasar tersebut harus ditempatkan dan disetor minimal sebesar 25% sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) PP 8/2021 Tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran yang Memenuhi Kriteria Usaha Mikro dan Kecil.

(1) Modal dasar Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) yang dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.

Permodalan Dalam PT

Struktur permodalan merupakan aspek lain yang wajib dipenuhi dalam pendirian PT. UU PT dan perubahannya melalui UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya, khususnya PP No. 8 Tahun 2021, mengatur secara rinci mengenai jenis-jenis modal dalam PT, yaitu Modal Dasar, Modal Ditempatkan, dan Modal Disetor.

Modal Dasar (Authorized Capital) adalah keseluruhan nilai nominal saham perseroan yang dicantumkan dalam Anggaran Dasar (AD). Ini merepresentasikan jumlah maksimal modal atau total nilai saham yang dapat diterbitkan oleh PT tanpa perlu melakukan perubahan Anggaran Dasar terkait permodalan. Setelah berlakunya UU Cipta Kerja, ketentuan mengenai besaran minimal Modal Dasar sebesar Rp 50.000.000, yang sebelumnya diatur dalam UU PT telah dihapus sehingga tidak ada batasan modal minimum terhadap pendirian PT di Indonesia.

Saat ini, besaran Modal Dasar ditentukan berdasarkan kesepakatan atau keputusan para pendiri perseroan. Meskipun demikian, terdapat pengecualian untuk PT yang menjalankan kegiatan usaha di sektor-sektor tertentu, seperti perbankan, asuransi, perusahaan pembiayaan, atau PT PMA, karena modal dasar minimum terhadap PT tersebut ditentukan secara khusus oleh undang-udang lain. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 PP 8/2021, yaitu:

Perseroan yang melaksanakan kegiatan usaha tertentu, besaran minimum modal dasar Perseroan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penghapusan batas minimum modal dasar secara umum ini bertujuan untuk menurunkan hambatan awal (”barrier to entry”) bagi para pengusaha yang ingin mendirikan PT, terutama bagi usaha kecil dan menengah.

Moda Ditempatkan (Subscribed Capital)

Modal Ditempatkan adalah bagian dari Modal Dasar yang telah diambil atau dibeli oleh para pendiri atau pemegang saham pada saat pendirian perseroan atau pada saat penambahan modal. Saham-saham yang ditempatkan ini menunjukkan komitmen para pemegang saham untuk menyertakan modalnya ke dalam perseroan.

Modal yang ditempatkan paling sedikit yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari total keseluruhan modal dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) PP 8/2021.

Modal Disetor adalah bagian dari modal ditempatkan yang telah disetor atau dibayar penuh oleh para pemegang saham ke dalam kas atau rekening bank atas nama perseroan. Ini adalah modal yang dimiliki dan dapat digunakan oleh perseroan untuk menjalankan kegiatan usaha dan operasionalnya.

Penyetoran ini harus dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah, dan wajib disampaikan secara elektronik kepada Menteri Hukum dan HAM dalam waktu paling lama 60 hari terhitung sejak perseroan didirikan berdasarkan akta Pendirian Perseroan. Sebagaimana di atur dalam Pasal 4 ayat (2) PP 8/2021.

(2) Bukti penyetoran yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan secara elektronik kepada Menteri dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) Hari terhitung sejak tanggal:
a. akta pendirian Perseroan untuk Perseroan; atau
b. pengisian Pernyataan Pendirian untuk Perseroan perorangan.

Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi dalam sebuah PT adalah tatanan hierarkis serta pembagian wewenang dan tanggung jawab antar organ perusahaan. Struktur organisasi ini bertujuan untuk memastikan operasional perusahaan berjalan efektif dan efisien. Pada umumnya, struktur organisasi PT di Indonesia dimulai dari organ-organ utama yang ditetapkan oleh UUPT, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris, yang kemudian diikuti oleh tingkatan seperti jabatan fungsional dan operasional.

RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)

Dasar hukum mengenai RUPS diatur dalam ketentuan pasal 75-91 UUPT sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja.

RUPS adalah organ perseroan yang memiliki dan memegang wewenang tertinggi dalam struktur organisasi suatu perseroan. RUPS merupakan suatu forum bagi para pemegang saham (shareholder) pada perseroan untuk menggunakan hak haknya dan mengambil keputusan-keputusan strategis yang berkaitan dengan keberlanjutan jalannya suatu perseroan. Meskipun tugas, fungsi, wewenang dan pengawasan terkait jalannya perseroan melekat pada Direksi dan Komisaris. Namun, seluruh keputusan fundamental tetap berada pada RUPS.

Fungsi:

  • Sebagai forum pengambilan keputusan untuk hal-hal strategis dan fundamental perseroan.
  • Sebagai forum bagi Direksi dan Komisaris untuk mempertanggung jawabkan kinerjanya dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya kepada pada para pemegang saham (shareholder)
  • Menentukan arah kebijakan umum dan jangka panjang perusahaan.
  • Menyelesaikan masalah-masalah penting yang dihadapi perusahaan.

Tanggung Jawab:

Para pemegang saham (shareholder) yang hadir dalam RUPS bertanggung jawab untuk mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik perseroan dan berlaku adil terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas (minority shareholder).

Jenis RUPS:

  • RUPS Tahunan (Pasal 78 ayat (2) UUPT): Wajib diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun buku perseroan. Agenda utamanya basanya meliputi persejutuan laporan tahunan, pengesahan laporan tahunan, penetapan penggunaan laba, Gaji dan tunjangan Direksi serta Komisaris.

  • RUPS Luar Biasa (Pasal 78 ayat (4) UUPT): Dapat diselenggarakan berdasarkan kebutuhan perseroan untuk membahas memutuskan isu isu khusus yang mendesak yang tidak dapat menunggu hingga RUPS Tahunan. Yaitu seperti restrukturisasi perusahaan, merger & akuisisi, https://alkindi.id Penggantian Dewan Direksi atau Dewan Komisaris sebelum masa tugas berakhir.

Direksi (Board of Directors)

Direksi adalah organ perusahaan yang diberikan wewenang dan tanggung jawab penuh atas pengurusan dan jalannya perusahaan sehari-hari sebagaimana yang telah disebutkan dalam Anggaran Dasar (Articles of Association) perusahaan. Dalam menjalankan seluruh tugas dan fungsinya, Direksi bertindak sebagai wakil perseroan yang dapat bertindak baik di dalam maupun di luar persidangan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 109 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 5 UUPT.

Fungsi:

  • Melaksanakan kepengurusan operasional harian perusahaan untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah di tetapkan dalam Anggaran Dasar.
  • Menjalankan kebijakan-kebijakan strategis dan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan disetujui oleh RUPS.
  • Menjaga dan mengelola aset kekayaan perusahaan

Wewenang:

  • Mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar Pengadilan (Pasal 98 UUPT).
  • Menetapkan dan melaksanakan kebijakan operasional perusahaan termasuk strategi pemasaran, produksi, dan pengembangan produk.
  • Mengelola seluruh sumber daya perusahaan, termasuk aspek keuangan, sumber daya manusia (SDM), dan aset fisik lainnya.
  • menyusun rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) tahunan untuk diajukan kepada dewan komisaris atau RUPS.
  • Membuat dan memelihara berbagai dokumen penting perseroan, seperti daftar pemegang saham (shareholder), daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi (Pasal 100 UUPT)
  • Menyiapkan dan menyampaikan laporan tahunan, termasuk laporan keuangan yang telah diaudit kepada RUPS untuk mendapatkan persetujuan (Pasal 66 UUPT).
  • Melaksanakan seluruh keputusan yang telah diambil dalam RUPS.
  • Mengangkat dan memberhentikan karyawan perusahaan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan dan kebijakan perusahaan.

Tanggung Jawab:

  • Bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan yang harus dilaksanakan dengan itikad baik, kehati-hatian dan demi kepentingan terbaik perseroan (Pasal 92 dan 97 UUPT)
  • Setiap anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian yang diderita perseroan apabila kerugian tersebut timbul karena kesalahan atau kelalainnya dalam menjalankan tugasnya. Pasal 97 ayat (3) UUPT.
  • Dapat bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi terhadap kerugian Perseroan.
  • Menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas kepengurusan kepada RUPS.

Dewan Komisaris (Board of Commissioners)

Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang memiliki tugas utama untuk melakukan pengawasan secara umum atau khusus terhadap kebijakan pengurusan perseroan yang dijalankan oleh Direksi dan memberikan nasihat demi kepentingan perseroan. Dalam hal ini Dewan Komisaris bertindak sebagai pengawas internal yang memastikan Direksi dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang telah diatur di dalam Anggaran Dasar, maksud dan tujuan perseroan, serta peraturan perundang-undangan.

Fungsi:

  • Melakukan pengawasan (supervisory role) atas kebijakan pengurusan, strategi, dan jalannya operasional perusahaan yang dilaksanakan oleh direksi Pasal 108 UUPT)
  • Memberikan nasihat (advisory role) kepada direksi terkait pengelolaan perseroan. Pasal 108 UUPT

Wewenang:

  • Memeriksa buku-buku, surat berharga, dan dokumen-dokumen lain milik perusahaan, serta memeriksa kas guna keperluan verifikasi.
  • Meminta keterangan Dewan Komisaris atau pejabatan lainnya mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan perusahaan.
  • Memberhentikan Direksi secara sementara dengan menyebutkan alasannya, sambil menunggu hasil keputusan RUPS. Pasal 106 UUPT.
  • Membentuk komite-komite tertentu untuk membantu pelaksanaan tugas pengawasannya, seperti komite audit yang bertanggung jawab langsung ke Dewan Komisaris (Pasal 121 UUPT)
  • Dalam keadaan tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar atau berdasarkan keputusan RUPS. Dewan komisaris dapat diberi wewenang untuk melakukan tindakan pengurusan perusahaan untuk jangka waktu tertentu.

Tanggung Jawab:

  • Melaksanakan tugas pengawasan dan pemberian nasihat dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab demi kepentingan perseroan.
  • Setiap anggota Dewan Komisaris turut bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung renteng atas kerugian perusahaan apabila terbukti bahwa kerugian tersebut timbul karena kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengawasan. Pasal 114 ayat (3) UUPT.
  • Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinanya, serta melaporkan pelaksaan tugas pengawasan kepada RUPS dalam laporan tahunan (Pasal 116 UUPT). keberadaan Dewan Komisaris merupakan elemen penting dalam penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) untuk memastikan adanya check and balance terhadap kekuasaan dan kinerja Direksi.

Restrukturisasi Perusahaan

Restrukturisasi perusahaan merupakan tindakan korporasi yang dilakukan untuk menata kembali struktur perusahaan, yang dapat mencakup aspek keuangan, operasional, kepemilikan, maupun organisasi. Tujuan restrukturisasi diantaranya yaitu untuk peningkatan efisiensi, konsolidasi pasar, penyelamatan perusahaan dari masalah keuangan, dan fokus pada bisnis inti. Pembahasan mengenai bentuk restrukturisasi perusahaan, yaitu Penggabungan (Merger), Peleburan (Konsolidasi), Pengambilalihan (Akuisisi), dan Pemisahan (Spin-off), dapat merujuk pada artikel ini Merger & Akuisisi. https://alkindi.id


Referensi:

  • Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  • Undang Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
  • Undang Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
  • Peraturan Pemerintah Nomor 8. Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil.
  • Yahya Harahap, “Hukum Perseroan Terbatas”

Related Articles

Previous

Penanaman Modal Asing di Indonesia

Next

Merger & Akuisisi (M&A)